JAMBINTIKA.COM, KERINCI - Pembangunan TPST yang berlokasi KM 14 Kerinci - Tapan telah mendapatkan penolakan oleh masyarakat 4 desa Belui sejak April 2016 lalu.
Salah seorang pemuda Desa Belui, Afyantori mengungkapkan, jika tanah yang berlokasi di KM 14 tersebut merupakan tanah Ulayat Adat 3 Luhah Belui. "Dahulunya tanah tersebut hanyalah bersifat hak pakai bukanlah merupakan hak milik," kata dia.
Mulai dari awal transaksi pembelian tanah, lanjutnya, Pemkot Sungai Penuh sudah tidak transparan. 'Karena proses transaksi tersebut dilakukan melalui salah satu oknum masyarakat yang mengklaim tanah tersebut merupakan milik pribadi," ujarnya.
Dia membeberkan, selanjutnya, ditahun yang sama Pemkot Sungai Penuh juga telah pernah membuang sampah di KM 14 tanpa adanya legalitas izin Amdal. Yang mana pembuangan sampah dilokasi TPST KM 14 pada tahun 2016 tersebut tidak sesuai asas dan tujuan yang secara jelas tertera pada pasal 3 dan 4 UU 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.
"Pemkot Sungai Penuh juga dinilai tidak menjalankan wewenang pemerintah daerah sebagaimana telah tertera pada pasal 9 ayat 1,2 dan 3 UU no 18 tahun 2020," terangnya.
"Atas poin-poin tersebut lah, masyarakat 4 Desa Belui mengindikasikan bahwa Pemkot Sungai Penuh dibawah kepemimpinan Walikota Asafri Jaya Bakri, sudah tidak transparan dalam setiap proses pembangunan TPST di KM 14," ucapnya menambahkan.
Ditambahkannya, sampai pada detik ini seluruh elemen masyarakat 4 desa Belui secara tegas dan masif menyatakan sikap menolak serta mengecam keras pembangunan TPST. "Yang katanya telah izin amdal dari kementerian kehutanan," tandasnya. (*)