TANJABBARAT -JAMBINTIKA-COM- Salah satu warga yang diduga oknum tim sukses salah satu Paslon Bupati dikabarkan mulai intens mengumpulkan KTP Warga dalam beberapa hari terakhir.
Menyikapi persoalan ini, Bawaslu Tanjab Barat menjelaskan aturan-aturan yang berlaku pada tahapan pelaksanaan Pilkada termasuk kemungkinan adanya praktek jual-beli suara yang bisa masuk hingga ke ranah pidana.
Menjelang pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tanjabbarat 2024, diduga salah satu oknum tim sukses bakal calon bupati dan wakil Bupati Tanjabbarat mulai gerilya. Oknum Timses tersebut diduga merekrut pendukung dengan meminta identitas seperti KTP.
Menurut informasi yang dihimpun media ini diduga Timses oknum tersebut mendatangi warga meminta minta KTP. Katanya untuk didata supaya mendukung kandidatnya saat pemilihan kepala daerah (pilkada) nanti,"kata sumber yang enggan disebutkan namanya.
Lanjut jelasnya oknum timses tersebut merupakan seorang perempuan, modus oknum tersebut bergerak mendatangi rumah warga dengan berbagai alasan kemudian meminta -minta KTP warga yang diduga sebagai kepentingan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tanjabbarat 2024, untuk mencari dukungan memenangkan calon yang di usungnya.
Menanggapi persoalan yang terjadi, Anggota Komisioner Banwaslu Tanjabbarat, Massudin menjelaskan Kalau Terkait Mengumpulkan KTP tidak ada termasuk dalam Pelanggaran Pemilihan.
Namun, Masudin menjelaskan adanya terjadi pelanggaran sesuai UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 187 A jika dalam mengumpulkan KTP ada indikasi mempengaruhi pemilih.
Masudin membeberkan beberapa aturan sesuai UU tentang Pilkada diantaranya:
1.Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1),"jelasnya.
Masudin juga berjanji akan Lakukan pengawasan lebih ketat selama masa kampanye termasuk menganalisis su-isu yang berkembang dan hasil laporan masyarakat terkait dugaan Pelanggaran Pilkada.
"Dari dugaan Pelanggaran yang kita dapat akan kita lakukan Penelusuran guna mencari titik terang kejadian sebenarnya hingga bisa di lakukan penangan sesuai Peraturan per undang-undangan atau Bisa kita lakukan Pencegahan Supaya tidak terjadi Pelanggaran," tegasnya.
Masudin juga menghimbau kepada masyarakat Agar menolak Segala Iming-iming yang di janjikan Tim atau pasangan Calon agar terhindar dalam Pelanggaran Pilkada dan Sanksi Pidana.
"Intinya Dalam Pilkada ini Yang Memberi dan Menerima bisa sama di Pidana,"timpalnya.(ARB)